Penyederhanaan sistem silvikultur TPTI di Hutan Alam Rawa Gambut Labuan Tangga, Kabupaten Rokan Hilir, Riau Academic Article uri icon

abstract

  • Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah kecenderungan penurunan potensi produksi hutan alam rawa-gambut setelah dieksploitasi dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Hal ini disebabkan antara lain oleh sebagian pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) tidak sungguh-sungguh mematuhi aturan TPTI, karena aturannya dianggap terlalu rumit, pengawasan oleh pihak kehutanan kurang, serta tidak adanya kepastian usaha. Tujuan penelitian adalah menyajikan informasi ilmiah sistem silvikultur TPTI yang lebih sederhana dan praktis agar mudah dilaksanakan dan diawasi. Metodologi penelitian melalui pendekatan analisis vegetasi, potensi tegakan, pengamatan kondisi lingkungan, dan pencatatan data sekunder. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kawasan hutan rawa-gambut Labuan Tangga didominasi oleh jenis pohon niagawi (30 jenis) dan sisanya (12 jenis) jenis pohon lain-lain. Meranti batu (Shorea uliginosa Foxw. (Sect.Mutica) umumnya mendominasi tingkat pohon di hutan primer dan bekas tebangan. Permudaan alam tingkat semai dan pancang di hutan rawa-gambut bekas tebangan cukup banyak sehingga tidak diperlukan penanaman pengayaan, kecuali di kawasan bekas Tempat Penimbunan Kayu Sementara {TPn), bekas jalan sarad dan jalan rel perlu direhabilitasi. Jumlah pohon jenis niagawi di hutan primer sangat mencukupi, sedangkan di hutan bekas tebangan cukup memadai untuk rotasi berikutnya, asal hutannya tidak ditebang secara ilegal. Rata-rata jumlah pohon ramin (Gonysty/us bancanus Kurtz.) di hutan rawa-gambut primer 5 pohon per ha, di bekas tebangan 2,5 pohon per ha. Disarankan agar Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dilakukan dekat (Et - 1) dengan waktu Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT). ITT dilakukan segera setelah penebangan suatu blok (Et), pengadaan bibit bersamaan dengan waktu penebangan (Et), penanaman rehabilitasi dilakukan Et + 1, dan pemeliharaan I berupa pembebasan vertikal pada Et + 1. Apabila rel masih belum dibongkar, pemeliharaan II berupa pembebasan vertikal dilakukan dua tahun setelah pemeliharaan I (Et + 3). Penjarangan tidak diperlukan, karena pembebasan vertikal dapat berfungsi juga sebagai penjarangan.

publication date

  • 2005-03-01