Publication

Forest gaps, edge, and interior support different ant communities in a tropical peat-swamp forest in Borneo

Southeast Asia's tropical peat-swamp forests (TPSF) are globally important for carbon storage and biodiversity conservation, but are at risk from multiple threats and urgently require improved management. Ants are often used as ecological indicators in monitoring programmes to guide adaptive management, but data on TPSF ants are scarce. We conducted a twelve-month study on ants in the Sabangau TPSF in Indonesian Borneo using baited traps, to compare community composition across three disturbance categories (forest gaps, forest edge and relatively undisturbed interior forest) and between dry and wet season. The three disturbance categories supported distinct ant communities across seasons. Differences in canopy cover likely underlie these changes in ant community composition. Surveying was more effective in the dry season, because ant capture rates were higher and more indicator taxa were identified than in the wet season, but overall ant community composition did not differ significantly between seasons. These findings suggest a potentially useful role of ants as ecological indicators in TPSF. Further surveys should be conducted in Sabangau and other TPSFs to test the transferability of our findings. © Stijn J. J. Schreven, Eric D. Perlett, Benjamin J. M. Jarrett, Nicholas C. Marchant, Fransiskus Agus Harsanto, Ari Purwanto, K. V. Sýkora and Mark E. Harrison.Hutan Rawa Gambut Tropis (HRGT) yang berada di Asia Tenggara memiliki peran yang sangat penting dalam penyimpanan karbon serta pelestarian keanekaragaman hayati secara global, tetapi beresiko mengalami berbagai ancaman dan karena itu memerlukan perbaikan pengelolaan yang sangatmendesak. Terkait hal tersebut, semut seringkali digunakan sebagai indikator ekologis untuk program pemantauan (monitoring) yang dapat menjembatani pengelolaan adaptif, walau demikian sangat disayangkan bahwa data tentang semut masih sangat langka di HRGT. Untuk itu, kami telah melakukan penelitian selama 12 bulan terhadap semut di kawasan HRGT Sabangau yang berlokasi di Kalimantan Tengah dengan menggunakan perangkap umpan yang bertujuan untuk membandingkan komposisi dari kelompok semut pada tiga kategori wilayah gangguan (hutan terbuka, tepian hutan, serta hutan interior yang relatif tidak terganggu), serta antara musim kemarau dan hujan. Ketiga kategori gangguan tersebut membantu kelompok semut yang berbeda di segala musim. Terkait hal tersebut, adanya perbedaan tutupan kanopi kemungkinan mendasari adanya perubahan pada komposisi kelompok semut. Selain itu, survei semut dianggap lebih efektif dilakukan pada musim kemarau karena tangkapan semut pada musim tersebut relatif lebih tinggi dan taksa indikator lebih banyak teridentifikasi jika dibandingkan musin penghujan, walau demikian secara keseluruhan komposisi kelompok semut tidak mengalami perbedaan yang signifikan antar musim. Temuan ini menunjukkan potensi penting dari peran semut sebagai indikator ekologis di kawasan HRGT. Survei lebih lanjut hendaknya dilakukan di kawasan Sabangau atau kawasan (HRGT) lainnya untuk menguji transferabilitas temuan kami. © Stijn J. J. Schreven, Eric D. Perlett, Benjamin J. M. Jarrett, Nicholas C. Marchant, Fransiskus Agus Harsanto, Ari Purwanto, K. V. Sýkora and Mark E. Harrison.
Download:
file
  • Authors: Schreven, S.J.J., Perlett, E.D., Jarrett, B.J.M., Marchant, N.C., Harsanto, F.A., Purwanto, A., Sýkora, K.V., Harrison, M.E.
  • Author Affiliation: Borneo Nature Foundation, Wageningen University, University of Cambridge, University of Palangka Raya, University of Leicester
  • Subjects: ecological indicator, formicidae, baits, disturbance, seasonality
  • Publication type: Journal Article
  • Source: Asian Myrmecology 10: e010010
  • Year: 2018
  • DOI: https://doi.org/10.20362/am.010010
Latest posts

PARTNERS

Founding member states
Republic of Indonesia Republic of the Congo Democratic Republic of the Congo Republic of Peru
Coordinating partners
Ministry of Environment and Forestry Republic of Indonesia CIFOR UN Environment FAO